Kita tidak pernah tahu, mana amalan
kita yang diterima Allah, dan mana yang tidak diterima. Mana yang menurut Allah
tepat, dan tidak, dan bahkan kita tidak tahu mana yang benar-benar karena Allah
dan mana yang dilakukan karena alasan selain Allah. Karena pada dasarnya,
manusia hanya bisa mengupayakan kebaikan hingga kebaikan itu menjadi kebiasaan
yang bermanfaat.
Selanjutnya soal keikhlasan. Ini
pun sama, kita tidak tahu mana yang benar-benar ikhlas karena Allah dan mana yang
ikhlas karena ingin dipuji atau ingin hal lainnya. Tipis sekali.
Kilatan-kilatan hati itu sungguh sangat halus. Tidak terlihat bahkan lebih
kecil dari atom. Mungkin ini biasa disebut dengan quantum. Quantum merupakan
suatu hal terkecil, yang bahkan tidak terlihat namun bisa dirasakan tetapi
tidak terdefinisikan. Ya, ini soal rasa, soal getaran hati yang menyusup dalam
sanubari.
Kemudian antara syirik dan
riya. Erat sekali kaitannya dengan sejauh mana kekuatan tauhid kita. Syirik
kecil dan syirik besar, hal yang kerap kali kita lakukan namun tidak kita
sadari. Syirik kecil, tatkala kita melakukan sesuatu bukan karena Allah
melainkan karena kepentingan lain. Seperti kita kecil dulu. Mau disuruh ibu
asal ada imbalannya. Kalau nggak ada imbalan, nggak jalan. Ini termasuk
golongan syirik karena melakukannya bukan untuk mendapat pahala tapi untuk
mendapat imbalan. Celakanya, ini terjadi hingga kita sudah dewasa. Kalau syirik
besar? Wah sudah jelas, saat kamu mengalami suatu kejadian dan menganggap
kejadian itu bukan karena Allah atau meyakini ada kekuatan lain selain Allah.
Naudzubillah.
Pun dengan riya, yakni meninggalkan
sesuatu bukan karena Allah. Banyak mikir saat hendak melakukan kebaikan dan
akhirnya nggak jadi melakukan kebaikan karena takut dicap ini dan itu. Seperti
dulu saat awal-awal hijrah. Inginnya buka Qur’an di tempat umum, memanfaatkan
waktu untuk tilawah. Namun saat pertama kali rasanya ada kesan malu dilihat
orang, takut dikatakan sok alim, sok suci, dll. Lantas apa yang terjadi kalau
pada akhirnya hal baik itu nggak jadi
dilakukan? Maka itu termasuk kategori Riya, karena meninggalkan sesuatu bukan
karena Allah melainkan takut dikomentarin orang.
Lantas,bagaimana dong biar nggak
syirik dan nggak riya? Ya, inilah PR terbesar manusia setiap hari dan setiap
saat. Lagi-lagi kita tidak pernah tahu hal mana yang ikhlas karena Allah, maka
alangkah baiknya tetaplah melakukan kebaikan itu sambil meyakinkan diri bahwa
ini semua untuk Allah. Memperbanyak istighfar agar kilatan-kilatan hati untuk
senang dipuji perlahan Allah hapuskan. Terus berkata pada diri “Ya Allah, ini
untukMu. Ya Allah, jagalah hati hamba. Ya Allah, luruskanlah niat hamba. Ya
Allah, jagalan hamba”. Demikian lah doanya. Niat sampai kapanpun bisa saja
menjadi berbelok karena memang tugas syetan ialah mengusik hati manusia. Kalau
kita banyak mikir, banyak pertimbangan untuk hal yang jelas-jelas baik, maka
barangkali akan menjadi kebiasaan dan akhirnya menunda atau bahkan tidak
melakukan kebaikan apapun. Lakukanlah kebaikan itu dengan diiringi doa agar
selalu dijaga dari bahtera ujian berupa pujian. Selalu berdoa agar Allah luruskan
niat ditambah dengan istighfar sesekali hati merasa melayang saat dipuji. Ya,
memang membersihkan hati harus setiap hari. Maka beruntunglah orang-orang yang
senantiasa membersihkan hatinya dan menyadari bahwa kehinaan dirinya jauh lebih
besar dibanding kebaikannya.
Robbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da
idz hadaitanaa wahablanaa milladunka rohmatan innaka Antal Wahhaab. (QS. Ali Imran
: 8)
"Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari
sisi Engkau. Karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberia (karunia)"
Wallahualam.
#5th30DWC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar positifmu akan semakin membangkitkan gairah menulisku :)