Pages

Senin, 05 Desember 2016

Menelisik Keikhlasan


Kita tidak pernah tahu, mana amalan kita yang diterima Allah, dan mana yang tidak diterima. Mana yang menurut Allah tepat, dan tidak, dan bahkan kita tidak tahu mana yang benar-benar karena Allah dan mana yang dilakukan karena alasan selain Allah. Karena pada dasarnya, manusia hanya bisa mengupayakan kebaikan hingga kebaikan itu menjadi kebiasaan yang bermanfaat.

Selanjutnya soal keikhlasan. Ini pun sama, kita tidak tahu mana yang benar-benar ikhlas karena Allah dan mana yang ikhlas karena ingin dipuji atau ingin hal lainnya. Tipis sekali. Kilatan-kilatan hati itu sungguh sangat halus. Tidak terlihat bahkan lebih kecil dari atom. Mungkin ini biasa disebut dengan quantum. Quantum merupakan suatu hal terkecil, yang bahkan tidak terlihat namun bisa dirasakan tetapi tidak terdefinisikan. Ya, ini soal rasa, soal getaran hati yang menyusup dalam sanubari.

Kemudian antara syirik dan riya. Erat sekali kaitannya dengan sejauh mana kekuatan tauhid kita. Syirik kecil dan syirik besar, hal yang kerap kali kita lakukan namun tidak kita sadari. Syirik kecil, tatkala kita melakukan sesuatu bukan karena Allah melainkan karena kepentingan lain. Seperti kita kecil dulu. Mau disuruh ibu asal ada imbalannya. Kalau nggak ada imbalan, nggak jalan. Ini termasuk golongan syirik karena melakukannya bukan untuk mendapat pahala tapi untuk mendapat imbalan. Celakanya, ini terjadi hingga kita sudah dewasa. Kalau syirik besar? Wah sudah jelas, saat kamu mengalami suatu kejadian dan menganggap kejadian itu bukan karena Allah atau meyakini ada kekuatan lain selain Allah. Naudzubillah.

Pun dengan riya, yakni meninggalkan sesuatu bukan karena Allah. Banyak mikir saat hendak melakukan kebaikan dan akhirnya nggak jadi melakukan kebaikan karena takut dicap ini dan itu. Seperti dulu saat awal-awal hijrah. Inginnya buka Qur’an di tempat umum, memanfaatkan waktu untuk tilawah. Namun saat pertama kali rasanya ada kesan malu dilihat orang, takut dikatakan sok alim, sok suci, dll. Lantas apa yang terjadi kalau pada akhirnya hal baik itu nggak jadi dilakukan? Maka itu termasuk kategori Riya, karena meninggalkan sesuatu bukan karena Allah melainkan takut dikomentarin orang.

Lantas,bagaimana dong biar nggak syirik dan nggak riya? Ya, inilah PR terbesar manusia setiap hari dan setiap saat. Lagi-lagi kita tidak pernah tahu hal mana yang ikhlas karena Allah, maka alangkah baiknya tetaplah melakukan kebaikan itu sambil meyakinkan diri bahwa ini semua untuk Allah. Memperbanyak istighfar agar kilatan-kilatan hati untuk senang dipuji perlahan Allah hapuskan. Terus berkata pada diri “Ya Allah, ini untukMu. Ya Allah, jagalah hati hamba. Ya Allah, luruskanlah niat hamba. Ya Allah, jagalan hamba”. Demikian lah doanya. Niat sampai kapanpun bisa saja menjadi berbelok karena memang tugas syetan ialah mengusik hati manusia. Kalau kita banyak mikir, banyak pertimbangan untuk hal yang jelas-jelas baik, maka barangkali akan menjadi kebiasaan dan akhirnya menunda atau bahkan tidak melakukan kebaikan apapun. Lakukanlah kebaikan itu dengan diiringi doa agar selalu dijaga dari bahtera ujian berupa pujian. Selalu berdoa agar Allah luruskan niat ditambah dengan istighfar sesekali hati merasa melayang saat dipuji. Ya, memang membersihkan hati harus setiap hari. Maka beruntunglah orang-orang yang senantiasa membersihkan hatinya dan menyadari bahwa kehinaan dirinya jauh lebih besar dibanding kebaikannya.

Robbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa wahablanaa milladunka rohmatan innaka Antal Wahhaab. (QS. Ali Imran : 8)

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. Karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberia (karunia)"


Wallahualam.
#5th30DWC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar positifmu akan semakin membangkitkan gairah menulisku :)

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com